Kilas Balik Masa Lalu (Short Story)
Ini gue lagi males basa-basi atau ngomong tanpa akhir, intinya sekarang gue mau ngepost satu cerpen yang udah pernah gue post di facebook. Kalo gaje, maafkan masih amatir :3 Langsung aja yaa, diorder gaisssss (?).
Ehh, satu lagi ketinggalan. Pinjem namanya juga yaa qaqa-qaqa IC :3
Ehh, satu lagi ketinggalan. Pinjem namanya juga yaa qaqa-qaqa IC :3
Kilas Balik Masa Lalu
Paris, Perancis. 15 Desember 2017.
Ditemani secangkir cappuccino
panas, aku duduk termenung menatap ribuan salju yang jatuh dengan amat
perlahan. Ku coba memejamkan kedua mataku dan berharap ketika aku membukanya
kembali, kenangan-kenangan itu tidak mengusikku lagi.
^^^
Jakarta, Indonesia. 11 Maret 2016.
“Go
starhigh go starhigh go !”teriakku dengan semangat.
Hari
ini aku sedang menyemangati tim basket sekolahku, tepatnya menyemangati kakak
kelas yang selalu aku kagumi.
“Kak
Gabriel semangat !!”teriakku heboh.
Pritt…
Peluit
tanda berakhirnya permainanpun berbunyi. Dengan semangat yang tak pernah surut
ini, aku berlari menemui Kak Gabriel.
“Kak
Iy..”
Baru
saja aku ingin menyapanya, namun nampaknya seseorang sudah lebih dulu melakukan
itu.
“Kak
Iyel keren banget tadi maennya.”ucap Orang itu.
“Wah
? Masa sih ? Perasaan biasa aja deh !”jawab Kak Gabriel.
“Oh
iya, Kakak pasti capek. Nih aku bawain minum.”Ucap orang itu –lagi. Seraya memberikan
sebotol air mineral, yang langsung dibalas Kak Gabriel oleh senyuman manisnya.
“Makasih
J”
Selalu
seperti ini, aku selalu kalah cepat dari Sivia. Sahabat yang paling mengerti
aku, namun tak tau tentang perasaanku.
^^^
“Kenapa
harus kayak gini ? Aku udah jauh-jauh kesini. Tapi kenapa kenangan itu selalu
ngikutin.”ucapku frustasi.
“May
I sit here ?” ucap seseorang.
Aku menatapnya beberapa saat.
Aku rasa, aku pernah ngalamin ini ? Yah, ini dejavu !
^^^
Jakarta, Indonesia. 16 Maret 2016.
“Fy,
kamu tau gak hadiah ulang tahun yang paling special buatku tahun ini ?”tanya
Sivia.
“Mmm…,
kayaknya handphone baru dari papah kamu
deh Vi, iya kan ?”jawabku.
“Bukan
tau !”balas Sivia.
“Terus
apaan dong ?”responku.
“Aku
baru aja jadian sama Kak Iyel, spesial banget kan ?”ucap Sivia.
“Wah,
kalo itu amazing bukan spesial. Longlast ya Vi ! PJ nya mana ? Hahaha.”balasku
diiringi tawa.
Yaps, gini nih resiko orang yang
cuman bisa ‘diam-diam suka’, cuman bisa mandang tanpa pernah bisa mengenalnya
lebih jauh. Miris. Itu juga alasan kenapa aku ada dikedai coffe ini, aku ingin
melampiaskan semua perasaan yang udah lama aku pendam ini. Dan sekarang yang
aku lakukan hanya diam membisu dengan pikiran yang entah kemana.
“Boleh
duduk disini gak ? Meja yang lain udah penuh.”Ucap seseorang, membuatku kembali
sadar.
Aku menatapnya sekilas, seorang
cowok berpostur tinggi lengkap dengan seragam khas anak SMA.
“Boleh
gak nih ?”ulang cowok itu.
“Eh,
iya deh boleh.”jawabku.
“Makasih.”balas
cowok itu.
“Sendirian
aja ?”
“Keliatannya
?”responku.
“Aku
Rio, nama kamu siapa ?”balas cowok itu.
“Namaku
Ify”ucapku, acuh tak asuh.
“Belum
pulang ?”Tanya Rio.
“Bisa
gak, gak usah nanya terus ?”responku, mulai emosi.
“Enggak.”jawab
Rio dengan tenang.
“Nyebelin
!”balasku, bangkit dan mulai melangkah menjauhi mejaku.
“Hei,
tunggu !”ucap Rio.
Aku terus melangkah tanpa
memperdulikan Rio yang terus memanggilku.
^^^
Senyuman mulai tersungging
dibibirku, mengingat kembali kejadian itu. Hingga sebuah lambaian tangan
menyadarkanku.
“Ekhem,
Sorry. May I sit here ?”ulang seseorang tadi.
“Eh,
Yes. Of course.”jawabku dengan sebuah senyuman tipis.
“Thank
you.”ucap seseorang tadi yang kemudian duduk di hadapanku.
Pikiranku kembali tertuju pada
kenangan yang tak sengaja kuingat. Ingatan yang disebabkan oleh seseorang yang
ada dihadapanku dan terpaksa diakhiri juga olehnya.
^^^
Jakarta, Indonesia. 05 Mei 2016.
Semenjak kejadian itu, aku sering
sekali bertemu dengan Rio. Seperti hari ini, aku kembali bertemu dengannya di
kedai kopi yang merupakan tempat pertama kami bertemu.
“Tumben
bareng temen ? Biasanya sendirian.”sapa Rio saat aku melewati mejanya.
“Dunia
emang sesempit ini ya Vi ? Kok hampir setiap hari aku ketemu orang ini
sih”ucapku, nunjuk Rio.
“Mungkin
kalian berdua jodoh, makanya ketemu terus”ceplos Sivia.
“Tuh
kan !”
“Jodoh
sama orang nyebelin. No way !”responku.
“Kok
gak mau sih ?”Tanya Rio.
“Ya
enggak lah, kan kamu nyebelin.”balasku.
“Perasaan
yang nyebelin kamu deh. Setiap aku Tanya, pasti jawabnya nyolot.”respon Rio
sambil sok-sokan mikir.
“Enggak
juga.”jawabku.
“Iya
tau.”
“Enggak
Rio.”
“Masa
sih ? Iya kayaknya Fy.”
“Nih
orang, ngajak ribut mulu kerjaannya.”
“Enggak
aku gak ngajak ribut.”
“Berasa
jadi kopi nih, dianggurin.”ucap Sivia.
“Eh,
Maaf Vi. Abisnya orang ini nyebelin.”jawabku.
“Vi,
eh nama kamu Vi kan ?”Tanya Rio.
“Namaku
Sivia, panggil aja Via.”jawab Sivia.
“Oh,
Sivia aku pengen nanya. Sebenernya diantara aku sama Ify siapa sih yang
nyebelin ?”Tanya Rio.
“kayaknya
Ify deh.”respon Sivia.
“Kok
belain Rio sih.”balasku cemberut
“Tuh
kan Fy, kamu yang nyebelin.”ucap Rio.
“kalian
berdua jadian sana, biar gak berantem mulu.”saran Sivia.
“Ide
bagus tuh Vi.”respon Rio.
“Apaan
deh Vi !”ucapku sok-sok an marah.
Obrolan kami pun terus mengalir
begitu saja. Hari demi hari, aku mulai merasa sangat mengenal Rio, hingga
akhirnya apa yang diusulkan Sivia pun terjadi. Aku dan Rio, menjalin hubungan
sebagai sepasang kekasih.
^^^
“Sorry,
can I borrow your pen ?”ucap seseorang tadi, memaksaku mem-pause ingatan yang
ku pikirkan.
“Allright.”jawabku
singkat.
“Thanks.”
Orang yang ada didepanku ini
nampaknya sedang sibuk, dari tadi ia mencatat sesuatu di bukunya. Aku ingin
bertanya kepada orang ini tapi aku juga tak enak hati mengganggunya.
^^^
Jakarta, Indonesia. 25 September 2016.
Sebuah pesan singkat masuk
kedalam ponselku.
From
: 0858602XXXXX
Temui aku sekarang dikedai
tempat biasa. Ada yang perlu aku omongin !
-Rio-
Begitu melihat sender orang yang mengirimnya,
aku merasa ada yang ganjil. Tak biasanya dia mengirim pesan dengan singkat dan
terkesan dingin. Tapi tunggu, kapan terakhir kali dia mengirimiku pesan ? Ku
rasa sekitar 8 hari yang lalu. Hari setelah dia makan malam di rumahku.
Pikiranku melayang kembali ke kejadian 8 hari yang lalu.
“Yo,
mau mampir dulu ? Kebetulan mama sama papa lagi free.”tawarku
“Boleh
deh, aku juga pengen kenal sama orang tua kamu. Minta SIM misalnya.”
“SIM
?”bingungku.
“Iya,
Surat Izin Mencintai kamu.”gombal Rio.
“Apaan
sih yo, yuk masuk.”ajakku
Aku pun membawa Rio menemui mama
serta papa yang kebetulan sedang makan siang. Mama nampaknya menyukai sosok
Rio, tapi tidak dengan papa. Dari gelagatnya, kayaknya ada yang beda.
“Nama
lengkap kamu siapa ?”ucap papa mulai bersuara.
“Nama
lengkap saya Rio Stevadit om.”
“Temen
sekolahnya Ify ?”respon papa, nampaknya papa mulai meng-introgasi Rio.
“Bukan
om, Rio gak satu sekolah sama Ify.”
“Kamu
gak sekolah di SMAN Tugasku ? Terus kamu sekolah dimana ?”
“Rio
sekolah di SMAN Adven om.”
“Kamu
non-muslim ?”Tanya papa hati-hati.
“Iya
om.”
“Fy,
papa gak setuju atas hubungan kamu sama Rio.”ucap Papa.
“Kenapa
om ?”
“Kelak
yang menjadi pendamping Ify adalah orang yang jadi Imamnya. Bagaimana bisa kamu
jadi Imamnya Ify, kalo iman kalian saja sudah berbeda.”jelas Papa.
“Benar,
mama setuju sama papa kamu Fy. Lebih baik kalian akhiri semuanya, dari pada
kamu lebih terluka lagi Fy.”suruh Mama.
Cairan hangat mulai membasahi
pipiku, membuat sebuah aliran sungai kecil di wajahku.
“Tapi
pa, i..fy cinta sama Rio. Kita udah lama pa..caran.”ucapku disela tangis
“Ify,
dengerin Papa ! papa mau yang terbaik buat kamu. Jadi turuti apa yang papa
katakan.”
Sementara itu, Rio hanya
menunduk. Meresapi setiap kata yang meluncur dari mulut kedua orang tuaku.
“Udah
Fy, turutin aja apa yang papa inginkan.”pinta Mama.
“Haruskah
aku melakukannya ? aku tak sanggup melepaskan lagi orang yang ku sayangi,
seperti saat aku melepaskan Kak Iyel untuk Sivia.”Batinku.
“Om ? Tante ? Rio permisi dulu ya. Udah sore.”ucap
Rio kembali bersuara.
Semua
sontak kaget memandang Rio.
“Kamu benar-benar tak pantas menjaga Ify.
Bukan sosok pemberani !”Ucap Papa.
“Apa yang kamu lakukan Yo ? Kamu menyerah ?
Kenapa semudah itu kamu lepasin aku ?”Pikirku.
“Tante pesankan pada kamu jangan pernah
berhubungan lagi dengan Ify. Tante gak suka.”
“Iya Te. Maaf Fy.”respon Rio, yang mulai
melangkah menjauh.
“RIO !!”teriakku.
Semenjak
kejadian itulah Rio mulai menjauh dan tak pernah lagi berkomunikasi denganku.
Aku kira Rio sudah benar-benar menyerah. Setiap hari aku selalu menunggu
kabarnya, menunggunya dikedai dan berharap bisa bertemu dengannya. Tapi semua
itu sia-sia, dan sekarang Rio kembali mengirimiku pesan yang amat singkat dan
dingin. Apa yang sebenarnya yang ada di pikiran Rio ?
Aku
mulai beranjak mengganti pakaianku dan bergegas menuju kedai.
“Udah lama nunggunya Yo ?”tanyaku ketika aku
sudah berada di depan Rio.
“Enggak. Apa kabar ?”respon Rio singkat.
“Aku baik. Keadaan kamu ?”
“Yang jelas gak sebaik kamu.”
“Kemana kamu 8 hari terakhir ini ?”
“Aku ada.”
“Aku gak pernah ketemu kamu. Kenapa nomor kamu
gak aktif ?”
“Alasannya aku nyiapin diri buat hari ini.
Buat ngungkapin hal yang penting bagiku.”
“Jadi apa yang mau kamu omongin ?”
“Aku pengen kita putus. Lupain aku !”pinta Rio
“A..ku gak bisa Yo.”responku menegang
“Tapi ini harus. Ingat kata-kata Mama kamu,
aku gak mau bikin kamu terluka…”
Perasaanku
mulai kacau, cairan bening sudah mulai mengenang siap membuat sungai kecil
diwajahku.
“Aku
salah, karena yang pertama kali membiarkan rasa ini berkembang adalah aku dan
aku selalu memaksa kamu merasakan rasaku ini. Padahal kenyataannya…”
“…Kita terlalu beda. Percuma jika kita bersama
kalo akhirnya kita gak akan pernah bisa satu. Aku tau ini berat buat kamu, tapi
bagiku ini juga berat. Jadi kita sama-sama berusaha melupakan satu sama lain.”sambung
Rio.
“Aku…”
“Aku pergi dari hidup kamu. Lupain aku
!”Potong Rio, dan segera beranjak meninggalkanku dalam tangis.
^^^
“Miris.”pikirku.
“What ? You talking with me ?”ucap seseorang
dihadapanku seraya menunjuk dirinya.
“No, I just…”ucapku mencari alasan
“reading a message. Yaps, read message
”sambungku menunjukan ponsel.
“Oh, okay.”
“What’s
your name ?”sambung seseorang itu.
“My
name is Alyssa. And you ?”jawabku.
“I’m
Tristan. Where are you come from ?”
“I’m
from Indonesian.”
“Aku
juga dari Indonesia.”
“Bisa
bahasa Indonesia ternyata, kenapa gak dari tadi aja. hahaha”ucapku mencoba
ramah.
“Iya
yah, sedang apa di Paris ?”
“Aku
kuliah disini, kalo kamu ? Kuliah juga ?”
“Iya
aku juga kuliah. Ngambil jurusan apa ?”
“Art.
Kalo kamu ?”
“Business.”
“Pantesan
dari tadi kayaknya sibuk.”
“Terus
hubungan art sama miris terus ngelamun
apa ya ?”Tanya Tristan sok-sok an mikir.
“Nyindir
kayaknya nih. Cari inspirasi itu namanya.”
“Cari
Inspirasi atau Galau nih ?”ledek Tristan.
“Apaan
sih, inget baru kenal lho ini !”
“Emang
salah ya ?”
“Enggak
juga sih.”jawabku.
Percakapanku terus berlanjut,
aku rasa aku menemukan seseorang yang bisa membuatku terlepas dari jerat masa
lalu. Aku harap apa yang aku pikirkan itu benar. Tristan kamu masa depanku.
“Boleh
nanya gak ?”tanyaku.
“Boleh.
Nanya apa ?”
“Muslim
or not ?”
“I’m
Muslim. Islam is my religion. And you ?”
“Aku
juga muslim kok. Islam, agamaku. Allah adalah tuhanku. Al-Qur’an, kitabku. Dan
Nabi Muhammad adalah Rasul Allah dan pemimpin umat Muslim.”jelasku.
^^^
THE END.
Comments
Post a Comment